Pages

Monday, December 29, 2008

Satu Episode Liburan

Libur panjang neh, hehe. Si Abi deng yang libur, Umi mah teteeeuup berdinas.
Ya iyalah, seorang ibu rumah tangga gitu loch. Jam kerja 24/7/365 :)
Nah, mentang-mentang libur jalan-jalan mulu deh.
Heee..
Sebenarnya 'cuman' jalan-jalan ke UI sih. Tapi lumayan banget, piknik murah meriah. Pan di UI juga ada danau, ada padang rumput (padang?), pohon-pohon, hutan, seger lah pokona mah.

Gak cuman kita looh yang demen maen ke UI, dua hari ini ke UI mulu dan rame terus. Terutama di daerah sekitar danau.
Ada beberapa kelompok orang, ada yang berduaan cowok cewek dempet2an (duh), ada keluarga yang bawa anaknya, ada yang mancing, ada juga pedagang.
Hhmm..
Dekat, gratis, view n suasana asyik emang daya tarik tersendiri.

Tapiiiiiii..
Satu hal yang sangat menggangu : sampah !
Oke lah kalo sampah daun dan ranting yang belum sempat disapu.
Ini sih ada bekas bungkus gorengan, aneka ragam sampah plastik, tukang soto mie buang jeruk limo yang sudah diperas, ppffuih

Kenapa ya kita begitu mudah membuang sampah sembarangan. Apa tidak sepet mata melihatnya bertebaran begitu ?
Ngga usah deh bicara masalah plastik yang sulit terurai dulu, atau sampah yang menyumbat dan menyebabkan banjir. Mungkin gak terasa seketika.
Bicara soal enak diliat apa ngga dulu aja deh.
Apa nyaman-nyaman aja melihat sampah yang kotor di tempat yang indah gitu?
Huaaaaa, jadi bete !

Padahal kita tuh dah gratis ga bayar apa-apa kalo maen ke UI. Mbok ya bantu jaga kebersihannya aja gitu.
Udah baek UI gak ngusir-ngusirin wisatawan dadakan dengan membuat plang "Wisatawan dilarang masuk" (lucu ajah)
Emang sih di sepanjang sisi danau itu tidak berjajar tempat sampah. Tapi ya dipegang dulu lah, ntar dibuang di tempat sampah terdekat. Dekat pos satpam depan balairung ada tuh.
Buat pak pedagang bawa tempat sampah kecil ato apalah.

Jadi pengen tau, UI nganggarin buat bersih-bersih tamannya (gaji tukang sapu, nyediain perlengkapannya, dll) berapa ya ? Dari kas sendiri dong ya, alias gak dibantu pemkot.
Tiap kesana mesti geregetan. Kirim surat aja gitu ke UI ? Or usul ke Mapala UI buat meng-edukasi pelancong dadakan? Aduuh, tampaknya diriku ngga nyelsein masalah nih, malah ngedumel aja di blog.

Mungkiiiiiiin klo daku jadi rektor UI, tak suruh beli tiket orang-orang yang nongkrong di sekitar danau UI.
Dan tiketnya harus dibayar dengan menjaga keindahan dan kebersihan danau dan sekitarnya. Cukup sepadan kan?
»»  LANJUUUTT...

Monday, December 22, 2008

Kisah di Balik Buku

Buku adalah jendela dunia. Pastilah peribahasa ini tercipta sebelum internet ada :)
Namun demikian, internet dengan segala kecanggihannya, menurut saya tidak (belum?) sepenuhnya bisa menggantikan buku.
Mencium aroma buku, membuka halamannya, menyentuh permukaannya, mendekapnya, ah, pokoknya buku terasa lebih personal dibanding internet buat saya.

Saya bukan mau membandingkan antara buku dan internet, bukan. Saya ingin cerita dan bernostalgia dengan dua buku yang ada di urutan depan kalau saya mengisi kolom buku favorit.

Kenapa ada di depan ? Karena dua buku ini adalah buku-buku awal yang memberikan kesan yang mendalam buat saya. Jadi urutan terdepan ini tidak mengartikan paling, tapi mengartikan senioritas :p

Buku pertama berjudul Hiburan Orang Mukmin terbitan Gema Insani Press. Buku ini saya baca kelas dua SMP. Saya mendapatkannya sebagai hadiah dari seorang teman setelah mengikuti pesantren kilat di Al Hikmah, Warujajar, Cianjur (makasih K Dadan, dimana dirimu kini?)

Pertama saya pikir buku ini berisi hiburan-hiburan apa saja yang boleh dan tidak untuk seorang muslim. Tapi ternyata saya salah.
Buku ini berisi kisah dan cerita dari para rosul, sahabat, dan salafus sholih. Cara penyampaiannya sungguh menarik, saya seperti berada di tempat dimana kisah tersebut di paparkan.
Saya menangis saat membaca kisah kepergian Rosululloh SAW, takjub dengan salafus sholih yang diamputasi kakinya saat melaksanakan sholat, merinding membaca kebesaran dan kerendah-hatian pasukan muslim, bengong bahwa salah satu kelalaian pasukan muslim yang membuat mereka sulit menembus benteng pertahanan Romawi adalah tidak bersiwak (menggosok gigi) !

Wah, pokoknya semua kisah-kisah di sana sudah bolak-balik saya baca dan juga saya kisahkan kembali.

Dan buku itu ternyata bukan hanya menjadi buku favorit saya saja, tapi juga para peminjam. Walhasil buku itu tidak pernah lama nganggur di rak, tapi berantai dari satu orang ke orang yang lain.
Saking sering dipinjam, sampai sampul dan jilidnya amburadul. Dan yang memperbaiki sampul dan jilid yang amburadul itu bukan saya, tapi teman kos saya (thank you Lppits :*).
Dia yang membawa buku itu untuk dijilid lagi. Bisa ditebak dong, dia juga pecinta buku ini:)

Sayang buku itu entah dimana sekarang. Ada yang meminjam dan belum mengembalikan. Lupa pula saya siapa yang terakhir pinjam. Saya bisa beli lagi cetakan terbaru (mudah2n ada), tapi nilai historisnya itu lho.

Karena buku itu, saya jadi mencari lagi buku-buku lain untuk dibaca, terutama buku Islam.
Selesai membaca buku itu, saya membeli buku di toko buku dekat sekolah yang uangnya saya peroleh dari mengumpulkan uang jajan.

Saya tidak ingat judul bukunya, tapi intinya adalah buku kumpulan tanya jawab masalah keislaman yang ditulis oleh Syekh Yusuf Qordhowi. Sudah lupa sebagian besar isinya. Yang masih saya ingat adalah pertanyaan boleh tidaknya memberi nama anak dengan nama Fir'aun.

Buku yang kedua saya baca saat kelas 2 SMA (kok dua-duanya kelas 2 ya?). Ini buku pinjaman dari Eko, teman sekelas. Judulnya adalah Tafakur di Galaksi Luhur karangan Dedi Setiadi.
Buku ini pada dasarnya memandang astronomi dari kacamata Islam sehingga kita dapat melihat kebesaran Sang Pencipta.
Memaparkan bagaimana segala keindahan, keruwetan sistem, benda-benda angkasa, bahkan juga UFO. Sepertinya penulisnya percaya jika UFO itu ada.

Mungkin karena saya memang senang dengan hal-hal berbau angkasa luar, buku ini langsung menarik perhatian saya.
Selain itu, cara penyampain Pak Dedi menarik dan pilihan bahasa yang dipergunakan agak-agak puitis. Sudah kelihatan kan dari judul bukunya?

Kenapa buku ini berkesan?
Pertama karena dengan membaca buku ini saya merasakan betapa keciiiiiiiiiil diri ini dan betapa hebat Alloh. Dan dari buku ini saya yang senang mengamati langit jadi tahu apa yang ada di atas sana.

Mungkin saya perlu ceritakan juga. Waktu itu tahun 1996, saya tinggal di kota Gorontalo, dan saat itu Gorontalo belum menjadi propinsi, masih bagian dari Sulawesi Utara.
Seingat saya agak sulit untuk mencari bacaan yang asyik. Waktu saya coba sambangi perpustakaan kotanya saja, saya tidak menemukan buku-buku yang bisa membuat saya betah berlama-lama dan ketagihan balik lagi. Kebanyakan buku-buku pelajaran. Padahal waktu saya di Cianjur saja, perpustakaan kota kecil itu sudah cukup menjadi surga untuk saya. Jadi waktu dipinjami buku ini senangnyaaaaaaa minta ampun.

Kedua, bahasanya tadi. Saya merasakan kalimat-kalimat yang indah di sepanjang halaman, tapi tidak membuat kening saya berkerut. Mungkin saat itu titik awal kesadaran dan ketertarikan saya pada kalimat-kalimat indah atau sastra kalau mau dibilang begitu (tapi ketinggian ah)

Nah, saking kesengsemnya saya dengan buku ini, saya ingin memilikinya. Dan setelah mengubek seluruh penjuru Gorontalo (hiperbola ), saya tidak menemukannya ! Sedihnya.
Tapi karena saya benar-benar ingin memilikinya, saya fotokopi buku itu.
Karena teman saya pun mendapatkanya dari saudaranya di Jawa.

Satu cerita lagi tentang buku ini. Saat saya kuliah di Bandung, beberapa kali saya berkesempatan mengunjungi rumah Bapak Dedi si penulis buku. Senangnya. Tadinya saya ingin meminta tanda beliau dibubuhkan di buku fotokopian tadi, tapi saya khawatir ,
Apa nanti beliau tersinggung karena saya memfotokopi, bukannya membeli
Apa nanti saya tidak di sebut pembajak
Apa nanti beliau tidak marah
Akhirnya keinginan saya tidak pernah saya perjuangkan. Dan saya menyesal !
Saya yakin jika dijelaskan beliau tidak marah. Mudah-mudahan saya masih sempat silaturahim lagi dengan beliau.

* * *

Itulah dua buah buku yang selalu saya sebut di urutan pertama buku favorit saya. Tentu masih banyak buku-buku yang berkesan dan mempengaruhi pemikiran dan kehidupan saya.
Karena walau era internet sudah tak terelakkan, dan sudah bisa dibawa kemana-mana, buku tetap the green garden in our pocket. Setuju tidak ?
»»  LANJUUUTT...

Sunday, December 21, 2008

Dua Buku Favorit

Buku adalah jendela dunia.
Pastilah peribahasa ini tercipta sebelum internet ada :)
Namun demikian, internet dengan segala kecanggihannya, menurut saya tidak (belum?) sepenuhnya bisa menggantikan buku.
Mencium aroma buku, membuka halamannya, menyentuh permukaannya, mendekapnya, ah, pokoknya buku terasa lebih personal dibanding internet buat saya.

Saya bukan mau membandingkan antara buku dan internet, bukan. Saya ingin cerita dan bernostalgia dengan dua buku yang ada di urutan depan kalau saya mengisi kolom buku favorit.

Kenapa ada di depan ? Karena dua buku ini adalah buku-buku awal yang memberikan kesan yang mendalam buat saya. Jadi urutan terdepan ini tidak mengartikan paling, tapi mengartikan senioritas :p

Buku pertama berjudul Hiburan Orang Mukmin terbitan Gema Insani Press. Buku ini saya baca kelas dua SMP. Saya mendapatkannya sebagai hadiah dari seorang teman setelah mengikuti pesantren kilat di Al Hikmah, Warujajar, Cianjur (makasih K Dadan, dimana dirimu kini?)

Pertama saya pikir buku ini berisi hiburan-hiburan apa saja yang boleh dan tidak untuk seorang muslim. Tapi ternyata saya salah.
Buku ini berisi kisah dan cerita dari para rosul, sahabat, dan salafus sholih. Cara penyampaiannya sungguh menarik, saya seperti berada di tempat dimana kisah tersebut di paparkan.
Saya menangis saat membaca kisah kepergian Rosululloh SAW, takjub dengan salafus sholih yang diamputasi kakinya saat melaksanakan sholat, merinding membaca kebesaran dan kerendah-hatian pasukan muslim, bengong bahwa salah satu kelalaian pasukan muslim yang membuat mereka sulit menembus benteng pertahanan Romawi adalah tidak bersiwak (menggosok gigi) !

Wah, pokoknya semua kisah-kisah di sana sudah bolak-balik saya baca dan juga saya kisahkan kembali.

Dan buku itu ternyata bukan hanya menjadi buku favorit saya saja, tapi juga para peminjam. Walhasil buku itu tidak pernah lama nganggur di rak, tapi berantai dari satu orang ke orang yang lain.
Saking sering dipinjam, sampai sampul dan jilidnya amburadul. Dan yang memperbaiki sampul dan jilid yang amburadul itu bukan saya, tapi teman kos saya (Lppits, where r u now?).
Dia yang membawa buku itu untuk dijilid lagi. Bisa ditebak dong, dia juga pecinta buku ini:)

Sayang buku itu entah dimana sekarang. Ada yang meminjam dan belum mengembalikan. Lupa pula saya siapa yang terakhir pinjam. Saya bisa beli lagi cetakan terbaru (mudah2n ada), tapi nilai historisnya itu lho.

Karena buku itu, saya jadi mencari lagi buku-buku lain untuk dibaca, terutama buku Islam.
Selesai membaca buku itu, saya membeli buku di toko buku dekat sekolah yang uangnya saya peroleh dari mengumpulkan uang jajan.

Saya tidak ingat judul bukunya, tapi intinya adalah buku kumpulan tanya jawab masalah keislaman yang ditulis oleh Syekh Yusuf Qordhowi. Sudah lupa sebagian besar isinya. Yang masih saya ingat adalah pertanyaan boleh tidaknya memberi nama anak dengan nama Fir'aun.

Buku yang kedua saya baca saat kelas 2 SMA (kok dua-duanya kelas 2 ya?). Ini buku pinjaman dari Eko, teman sekelas. Judulnya adalah Tafakur di Galaksi Luhur karangan Dedy Suardi.
Buku ini pada dasarnya memandang astronomi dari kacamata Islam sehingga kita dapat melihat kebesaran Sang Pencipta.
Memaparkan bagaimana segala keindahan, keruwetan sistem, benda-benda angkasa, bahkan juga UFO. Sepertinya penulisnya percaya jika UFO itu ada.

Mungkin karena saya memang senang dengan hal-hal berbau angkasa luar, buku ini langsung menarik perhatian saya.
Selain itu, cara penyampain Pak Dedy menarik dan pilihan bahasa yang dipergunakan agak-agak puitis. Sudah kelihatan kan dari judul bukunya?

Kenapa buku ini berkesan?
Pertama karena dengan membaca buku ini saya merasakan betapa keciiiiiiiiiil diri ini dan betapa hebat Alloh. Dan dari buku ini saya yang senang mengamati langit jadi tahu apa yang ada di atas sana.
Mungkin ada yang bertanya, Emang gak pernah baca buku lain apa?

Begini, waktu itu tahun
1996, saya tinggal di kota Gorontalo, dan saat itu Gorontalo belum menjadi propinsi, masih bagian dari Sulawesi Utara.
Seingat saya agak sulit untuk mencari bacaan yang asyik. Waktu saya coba sambangi perpustakaan kotanya saja, saya tidak menemukan buku-buku yang bisa membuat saya betah berlama-lama dan ketagihan balik lagi. Kebanyakan buku-buku pelajaran. Padahal waktu saya di Cianjur saja, perpustakaan kota kecil itu sudah cukup menjadi surga untuk saya. Jadi waktu dipinjami buku ini senangnyaaaaaaa minta ampun.

Kedua, bahasanya tadi. Saya merasakan kalimat-kalimat yang indah di sepanjang halaman, tapi tidak membuat kening saya berkerut. Mungkin saat itu titik awal kesadaran dan ketertarikan saya pada kalimat-kalimat indah atau sastra kalau mau dibilang begitu (tapi ketinggian ah)

Nah, saking kesengsemnya saya dengan buku ini, saya ingin memilikinya. Dan setelah mengubek seluruh penjuru Gorontalo (hiperbola ), saya tidak menemukannya ! Sedihnya.
Tapi karena saya benar-benar ingin memilikinya, saya fotokopi buku itu.
Karena teman saya pun mendapatkanya dari saudaranya di Jawa.

Satu cerita lagi tentang buku ini. Saat saya kuliah di Bandung, beberapa kali saya berkesempatan mengunjungi rumah Bapak Dedy si penulis buku. Senangnya. Tadinya saya ingin meminta tanda beliau dibubuhkan di buku fotokopian tadi, tapi saya khawatir ,
Apa nanti beliau tersinggung karena saya memfotokopi, bukannya membeli
Apa nanti saya tidak di sebut pembajak
Apa nanti beliau tidak marah
Akhirnya keinginan saya tidak pernah saya perjuangkan. Dan saya menyesal !
Saya yakin jika dijelaskan beliau tidak marah. Mudah-mudahan saya masih sempat silaturahim lagi dengan beliau.

* * *

Itulah dua buah buku yang selalu saya sebut di urutan pertama buku favorit saya. Tentu masih banyak buku-buku yang berkesan dan mempengaruhi pemikiran dan kehidupan saya.
Karena walau era internet sudah tak terelakkan, dan sudah bisa dibawa kemana-mana, buku tetap the green garden in our pocket.
Jadi, buku apa yang ada di urutan awal buku favorit anda?
»»  LANJUUUTT...

Thursday, December 18, 2008

Rindu

Andai rindu adalah racun

Maka jumpa denganmulah penawarnya

Jika rindu adalah kemarau

Maka hadirmu adalah gerimis

Dan bila rindu serupa demam

Maka belaimu tentulah paracetamol 500 mg

Depok, 141208

Ps : dua bait pertama tercipta saat tinggal berjauhan dg suami tercinta (bandung-jakarta:p)
»»  LANJUUUTT...

Berharap Pada Odong-odong

Delapan bulan lalu saya dan suami masih mengontrak di Jakarta, sebuah rumah petak sederhana yang berimpit dengan 12 rumah petak lainnya. Rata-rata pasangan muda dengan satu atau dua anak. Saya sendiri baru punya satu bayi mungil.

Anak-anak lucu itu gemar bernyanyi (tentu saja), baik sedang bermain di luar rumah, atau sedang di dalam rumah. Dan yang terdengar oleh telinga saya adalah :
"Kamulah makhluk Tuhan, yang tercipta yang paling seksi..."
Atau kadang-kadang, "Bang SMS siapa ini Bang, Bang pesannya pake sayang-sayang",
sering juga "O ow, kamu ketahuan pacaran lagi, dengan dirinya, teman baikku.."

Dan kini, setelah menyicil sebuah rumah di Depok, celoteh riang anak-anak di sekitar rumah tak jauh beda.
Rasanya sedih. Anak jaman sekarang "terpaksa" menyukai lagu dewasa, mengidolakan penyanyi dewasa, dan mempelajari hal-hal dewasa lewat lagu tadi. Padahal hal itu belum sesuai dengan masa pertumbuhan mereka.

Apa yang mereka pahami tentang cinta, selingkuh dan tetek bengeknya dalam lagu-lagu dewasa tersebut?

Menengok masa kecil saya pada rentang tahun 1980-1990, saya sangat mengakrabi lagu-lagu anak berkualitas karangan AT Mahmud dan Bu Kasur.
Saya merasa sedikit banyak lagu tadi membentuk kepribadian saya. Waktu itu lagu favorit saya adalah, Bintang Kejora, Kulihat Awan dan Ambilkan Bulan Bu. Semua lagu bertema alam yang membuat saya jadi pecinta alam tanpa harus menjadi "anak pecinta alam"

Prihatin, sedih, bingung, mungkin juga kesal. Artis cilik yang terakhir saya ingat adalah Sherina dan Tasya. Walaupun kemudian ada ajang pemilihan penyanyi cilik, tapi tampaknya belum ada yang "menjadi".

Namun akhir-akhir ini saya baru menyadari, dalam situasi miskin lagu anak berkualitas, ada kampanye lagu-lagu anak jaman dulu, jaman saya kecil, yang saya anggap lagunya baik.

Kampanye ini bisa seharian penuh dan sepanjang jalan, sehari saja saya bisa dengar lima sampai enam kali.
Ini bermula dari anak saya yang hampir menginjak dua tahun, sehingga dia mulai bisa diajak naik odong-odong.

Ya, kampanye lagu anak berkualitas itu adalah odong-odong. Mainan anak-anak berupa boneka, kendaraan kecil yang bergerak-gerak ketika dikayuh oleh Si Abang. Kayuhan ini diiringi oleh lagu tadi. Saya bisa mendengar lagi lagu Menanam Jagung yang penuh etos kerja, lagu-lagu bertema alam yang indah, juga bahkan lagu-lagu daerah.

Ah, saya merasa Si Abang odong-odong sungguh mulia telah memperkenalkan anak-anak kita pada lagu-lagu indah dan sesuai untuk pembentukan kepribadian mereka. Dan ia hanya dibayar 500 rupiah per lagu.

Jika memang industri musik saat ini belum bisa diharapkan untuk memunculkan artis cilik dan lagu anak berkualitas, cukuplah saya berharap pada Odong-odong saja. Semoga bukan harapan yang sia-sia.
»»  LANJUUUTT...

Maha Pengasih

Tuhan cipta kelam
Agar kita tahu terang

Tuhan bikin duri
Biar kita kenal mawar

Tuhan tahu kita beku
Maka surya jadi raja

Tuhan paham kita bara
Lalu embun Ia cipta

Maka :

Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Depok, 24 Juli 2008
»»  LANJUUUTT...

Thursday, December 11, 2008

Mari Memulai dan Mempertahankan...

Bismillah..
Hidup ini begitu singkat, begitu cepat
Setiap hari berlalu hanya sekelebat
Sungguh sayang jika tak ada yang tersimpan dari yang sekelebat itu.

Maka disinilah aku, mencoba menuliskan kehidupanku dan mengambil hikmah darinya.

Harapanku...
Semoga bisa memperbaiki iman
Menebalkan sabar dan syukur
Menjaga kobar semangat
Menerapi jiwa
Dan akhirnya menuntunku ke surga
Aamiin
Pokoknya bermanfaat dunia akhirat
»»  LANJUUUTT...

Wednesday, December 10, 2008

Aku Tidak Percaya Surga Ada di Telapak Kaki Ibu

Hari ini hari ke-3 Refah demam. Kalau sampai hari ini tidak turun juga besok harus di bawa ke dokter. Syukurlah sore tadi sudah reda demamnya. Pagi tadi suhunya masih 38 derajat C.

Agak khawatir juga, soalnya minggu sore mulai demam, baru senin malemnya di kasih obat, turun bentar suhunya naik lagi.
Senin pagi sampai siang malah gak turun-turun suhunya, padahal pagi dah di kasih panadol sirup. Hiks.
Siang dikasih obat lagi, turun bentar naik lagi. Duhh. Biasanya Refah demam gak lama. Paling sehari doang. Dan bisa turun tanpa bantuan obat.

Kata Abi, "mo tumbuh gigi kali". Tapi kok lama ya..
Nah dalam masa demam itu so pasti rada rewel, nangiiiis, gendooong, males makan dll dsb.
Ditambah Fatih yang super aktif malah jailin adeknya. Duh duh.
Refah masih rewel, eh Fatih BAB n gak mau dibersiin kecuali ma Ummi.
Refah pengen mimik sambil tidur, eh Fatih malah guling-guling deket Refah n nendang-nendang. Refah tereak, "Oooooeeeeeee..."

Pppffhhh..
kadang kesel n mau meledak (kompor kaleee). Tapi cuma bisa gigit2 bibir n ngomel2 dalam hati. Fatih kan belon ngerti, dan Refah malah kesian, dia juga sakit.

Jadi terasa banget kalo jadi ibu itu harus sabaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaar. Pan kata Qur'an surat Az Zumar ayat 10 juga pahala sabar tuh tanpa batas.
Masa pahalanya pengen tanpa batas tapi sabarnya dibatesin. Licik dong ah !

Cuman emang gak gampang ya (seenggaknya buat aku). Padahal temenku yang anaknya dah pada sekolah pernah bilang, "apalagi kalo dah bisa ngebantah".
Hiks, semoga Alloh menjadikanku orang-orang yang sabar.

So, jadi saluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut sama para ibu yang telah berhasil membesarkan anak-anaknya dengan penuh kesabaran. Ga da papanya deh dibanding aku yang baru 23 bulan jadi ibu.
Terutama buat mama yang udah sabar menjadi mamaku dan adik-adikku. Asli aku kagum ama kesabaran beliau.
Mama tidak pernah membentak, mencubit, memukul.
Aku kadang kalo lagi kesel bgt aku cubit bajunya fatih, ato diapersnya. Pelampiasan kali ya.
Aku selalu dipesenin mama, "jangan mulai mencubit pada anak, nanti ketagihan"

Aku punya adek yang rewel kalo sakit, bahkan sampe gede. Pengen ditemenin terus, pengen dimasakin ini itu.

Sampe sekarang aku gak punya kenangan jelek tentang mamaku. Yang ada aku inget pernah bikin mama nangis (maaf ya ma...)

Jadi sekarang aku benar-benar introspeksi diri dan mengukur seberapa besar hati dan kesabaranku. Lewat anak-anakku, aku bisa melihat seberapa layak aku disebut ibu yang penyabar (dan ternyata masih jauuuuuuuh)
Lewat mereka pula, aku bisa melihat bagaimana repotnya mama mengurus aku dan adik-adikku.
Betapa aku semakin cinta sama anak-anak, mamaku dan mamanya suamiku.

Jadinya juga aku gak percaya kalau surga itu ada di telapak kaki ibu.
Karena aku percaya kalo surga ada di setiap senti tubuhnya.

Mama, I luv u...
»»  LANJUUUTT...