Pages

Wednesday, December 26, 2018

Tanakita Hari Pertama

Baiklah, sekarang saya mau lanjutin cerita pengalaman di Tanakita. Cerita bagaimana cara saya dan Faretho (Fatih Refah Thoriq) menuju Tanakita sudah saya tuliskan di sini.

Jadi setelah melewati jalan menanjak dan berliku seperti hatimu (dan hatiku juga) kala tanggung bulan, tibalah kita di gerbang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Yup, Tanakita ini lokasinya memang ada di dalam (TNGP). Memasuki gerbangnya yang pertama terlihat adalah deretan bis dan mobil yang terparkir, rame boooo. Karena hari itu memang hari Ahad, jadi ya wajar sih. Dan tentu saja jejeran pepohonan rindang nan sejuk.
Dari gerbang kami berbelok ke arah kiri, tidak terlampau jauh sudah masuk lagi ke pintu gerbang Tanakita. Alhamdulillah kami sudah sampai dengan selamat (dan lapar) di lokasi,

Begitu turun suasananya udah bikin betah. Udara yang sejuk, pemandangan hijau yang segar, dan aroma hutan (tanpa g) yang menyenangkan. Lupa kalau itu baru di parkiran dan kami masih harus mengangkut ransel kami ke dalam tenda.
Di situ ada semacam gardu pandang gitu, tp pandangannya gak terlalu jauh ke bawah sih, karena yang terlihat adalah langsung pepohonan dan hutan.

'Gardu pandang' di area parkir
Dari sini kami digiring menaiki tangga. Ooo rupanya sudah disediakan welcome snack & drink. Alhamdulillah ya Rabb, Engkau memang selalu memberi pada saat yang tepat. Cacing-cacing di perut pun turut bahagia. Untuk minumannya disedian teh dan kopi, Self service yaaa. Jadi teh dan kopinya bikin sendiri. Teh-nya teh celup merk T*ng Tj*, sedangkan merk kopinya tidak diketahui, yang jelas kopi hitam lah, bukan yg capuccino-capuccino gitu, dan gulanya gula tebu yang semanis senyummu *aiihh, langsung pada senyum deh tuh 😊

Untuk snacknya ada pisang goreng dan bala-bala. Alhamdulillah untuk snack tidak perlu bikin sendiri. Kebayang kalo welcome snacknya disediain kol+wortel+toge mentah dan terigu trus disuruh ngeracik dan goreng sendiri, kayaknya pada semaput dan kapok dah 😡.
Jadi tinggal bikin teh/kopi, ambil pisang dan bala-bala panas, and enjoy life just like your whole life is an eternal sunday πŸ’† *ngayal.

Makan minumnya bisa di deket tempat ngambil welcome drink-nya (biar gampang kalo mau nambahπŸ™ˆ) atau di bangku-bangku yang ada di area tersebut. Oia, air puth juga disediakan ya. Ada air mineral galon dan air mineral dalam gelas. Sebaiknya bawa botol minum agar bisa diisi ulang dari galon dan juga meminimalisir sampah plastik.
Di seberang tempat welcome drink ini ada area untuk makan. Tapi belum waktunya makan siang, jadi masih kosong, lagian udah kenyang makan pisgor + bala-bala dan kembung teh πŸ˜…

Gelasnya jadul. Yang kayak panci tinggi itu tempat air panasnya

Our eternal sunday
Tempat makan *abaikan Thoriq yang tetiba melintas
Tempat ngambil welcome snak & drink
Dari area sini terlihat bahwa area Tanakita ini berundak-undak, setiap undak ada tenda-tenda yang sudah siap meninabobokan para pengunjung. Di belakang gedung welcome drink tadi terlihat ada beberapa tenda, kemudian masih ada 3 undak lagi di depan gedung tersebut. Posisi tenda ada di pinggir undakan lebar tersebut, jadi ada area luas terbuka di depan tenda. Dan tenda kami ada di undak yang paling bawah, undakan ketiga.Jadi setelah perut cukup terganjal kami turun untuk menyimpan tas di tenda masing-masing.

Euleuh-euleuuhh, pantesan di sebut glamping alias glamour camping ya. Tendanya nyaman pisan. Dalam tenda terbagi dua bagian. Bagian yang lebih kecil berisi kasur dengan sprei yang wangiii, bantal, dan sleeping bag yang bisa difungsikan sebagai selimut. Bagian yang lebih besar bisa jadi semacam teras gitu yang bisa digunakan untuk menyimpan barang-barang. Ada lampu dan ada colokan listrik. Di bagian depan ada pohon bambu kering yang bisa difungsikan sebagai gantungan. Perfect!

Deretan tenda di undakan pertama
Tenda kami

Ruang tidur

Lampu tenda

Colokan dan stop kontak lampu
 Setelah menyimpan tas, melihat area depan tenda yang hijau, anak-anak tertarik untuk merumput alias ngelalap, eehh bermain bola maksudnya (yang suka ngelalap mah saya). Setelah itu karena sudah waktunya sholat dhuhur kami pun menuju mushola. Sebenarnya tadi sempat ditawarin untuk makan dulu, tapi karena sudah menjelang dhuhur, dan juga sambil tunggu anggota rombongan yang ketinggalan kereta -iya, ketinggalan kereta-  jadi tawarannya kami tolak dengan halus, walaupun cacing-cacing di perut saya protes keras *gak puas apa ya sama pisgor dan bala-bala.

Mushola di Tanakita
Pemandangan dari samping mushola
Mushola ini ada di undakan pertama, jadi dari tenda kami harus naik ke atas, tapi gak capek kok, ada anak tangga dan gak jauh-jauh juga. Setelah selesai sholat alhamdulillah rombongan yang ketinggalan kereta datang. Rupanya mereka menggunakan taksi online.

Formasi lengkap rombongan

Rombongan sudah lengkap, saatnya makaaaannn. Menunya enaakk, banyaakk, dan insyaAllah berkah asal baca do'a dulu yaa. Ada nasi putih, empal, sayur sop, sayur asem, ikan asin, lalapan, sambel (sambel ijo sama sambel terasi apa tomat gitu ya), kerupuk dan semangka. Kayaknya masih ada lagi tapi lupa. Piringnya menggunakan daun pisang yang disimpan di atas piring anyaman lidi. Disediakan juga mangkuk untuk tempat sayurnya. Sebagai tim nasi dan sayur dipisah saya sangat terharu sekali. Terimakasih Tanakita.

Agenda kami selanjutnya setelah beristirahat adalah menuju danau. Ditemani staf dari Tanakita kami pun berangkat. Keluar dari gerbang Tanakita belok kiri, menyusuri jalan beton yang mulus dan pemandangan hijau di kiri kanan. Kami melewati area outbound dengan jejeran perlengkapannya. Eh ketemu juga satu motor unik yang full dicover warna biru dan ditempeli boneka Doraemon *penting banget sampe ditulis di blog*. Penting karena kita jadi optimis masih banyak orang kreatif di Indonesia ini. Merdeka !
Setelah jalan beton mulus lalu masuk jalan tanah berbatu, ada beberapa penjual makanan tapi yang saya ingat adalah penjual tahu bulat, karena sesuai dengan bentuk pipi saya.
Jalannya menurun, menandakan pulangnya kami akan menanjak, jadi siapin mental yaa. Disebelah kanan, disela-sela dedauanan, jika melihat ke bawah terlihat berwarna putih, rupanya itulah danau Situ Gunung dari kejauhan.

Jalan beton menuju danau
Area outbond dan perlengkapannya
Motor doraemon


Jalan tanah berbatu menuju danau
Situ Gunung dari kejauhan di balik pepohonan, terlihat putih
Jalanan tanah ini berujung di Situ Gunung. Situ sendiri berarti danau dalam bahasa Sunda. Makanya kalau ada yang nanya rumah kamu dimana jawab yang jelas, jangan cuma jawab di situ. Entar dikira rumah terapung.

Area danau tampak sudah di tata, area penjual ada kios-kios tersendiri, tapi aya oge satu orang mamang-mamang penjual es yang jual asongan gitu. Atau mungkin karena sudah agak sore ya, jadi yang ngasong gak banyak. Gak tau juga sih, yang jelas kondisi pengunjung masih cukup ramai.
Di pinggir danau ada area untuk duduk-duduk memandangi danau sambil merenungi dan mensyukuri nasib. Ada jembatan yang menjorok ke arah danau tempat pepotoan. Di sebelah kiri danau tampak pohon-pohon damar yang gagah tinggi menjulang bak ksatria yang setia menjaga alam. Di bawah pohon damar itu ada banyak pemandangan yang membuatmu baper, mblo. So yang tabah ya. Saya juga pas kesana statusnya jomblo kok, jadi I feel you lah *puk puk.

Alhamdulillah di sana saya gak terlalu melihat sampah berserak. Satu dua tiga masih ada sih. Apa mungkin saya yang terlalu fokus ke danau?

Wilujeng Sumping di Situ Gunung

Area duduk pinggir danau
The view



Pohon damar di kejauhan

Setelah puas kami kembali ke Tanakita menggunakan jalur yang berbeda dengan jalur berangkat. Pemandangannya masyaAllah... bener-bener mengingatkan betapa Allah Maha Hebat dan Maha Keren lah.
Medannya ada satu turunan dan tanjakan yang lumayan curam, jadi sebagai seorang sweet seventeen (lalu di kali dua dan ditambah empat) rada hah heh hoh juga. Ari anak-anak mah hayoh we lulumpatan di tanjakan oge, emakna ditinggalkeun. Faiinnn πŸ˜’
Di perjalanan gerimis turun. Jadi memang harus siap-siap bawa payung atau jas hujan. Karena kan curah hujan cukup tinggi ditambah kemaren berangkat masih musim hujan.

Sampai Tanakita Faretho minum teh lagi, dan ternyata sudah disedian gorengan juga. -dietna gagal deui-. Oia, posisi teh dan kopinya ada juga di area sekitar tenda. Di undakan ketiga ini ada semacam aula tempat kumpul yang bisa digunakan untuk sholat (jadi gak perlu naik ke undakan pertama), makan, bercengkerama, ataupun bermain tebak-tebakan.

Jalan lain menuju Roma, eh Tanakita

Tanjakan hah heh hoh

Abis tanjakan pemandangannya juaraaa 😍 
The hall



Bisa dipake buat sholat
Malamnya kami habiskan dengan bercengkerama bersama di temani api unggun dan iringan live music. Makan malamnya enaakkk (lagi). Lupa menu lengkapnya apa aja, yang jelas ada ayam bakarnya. Pas lagi api unggun juga disediakan jagung bakar. Berasa jadi princess lah kemping disini, maklum biasanya jadi panitia sekarang dipanitiain, dengan fasilitas first class pula *hamdalah

The bonfire

Yang sebelah kanan itu sedang ambil makan malam

Cakep buat foto-foto, apalgi kalo kameranya keren *syukuri apa yang ada
Kami tidur sekitar jam 9an. Oia, walaupun kasurnya ada tiga, tapi cukup kok untuk kami berempat. Kayaknya kalo Abi ikut juga masih muat.

Adakah yang sudah menemukan kata mandi di tulisan ini? Hihi, tadinya gak pengen mandi karena duingiinn. Tapi badan gak enak banget abis jalan dari pagi. Akhirnya abis nidurin Faretho mandi deh. Hwat? malem-malem? di kaki gunung? gak beku apah? Tenaangg, Tanakita menyediakan kamar mandi dengan pemanas air kook. Jadi mandinya air anget. Nikmaatt. Kamar mandi dan toiletnyanya juga bersiih dan wangi.

Kamar mandi berpemanas air
Wastafel. Di kanan bawah itu aromaterapi

Toilet


Penunjuk gender di toiletnya ucul
Alhamdulillah hari pertama terlewati sudah. InsyaAllah tulisan berikutnya cerita hari kedua yaa. Ke suspension bridge alias jembatan gantung yang lagi ngehits itu, plus ke curug sawer dan tentang drama yang belum lepas sampai saat kepulangan kami.

Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.
Mangga yang mau silaturahim di Instagram bisa di @siskalestari98 atau Facebook di Siska Lestari Apriani. See you there :)







»»  LANJUUUTT...

Friday, December 21, 2018

Menuju Tanakita

Karena anak-anak sudah liburan sementara emaknya masih harus raker, jadi kita tunda dulu liburan keluarga kita ya :p
Sambil menunggu saaatnya kita berseru, 'libur tlah tiba, libur tlah tiba' *Tasya mode on*, marilah kita cerita dulu liburan kita kemarin sore ituuh

Jadi pada suatu masa, datanglah ajakan untuk bergabung menuju Tanakita. Buat yang belum tahu apa itu Tanakita, saya cuplikan sedikit informasi dari websitenya : Arena Berkemah Bintang Lima Tanakita adalah arena berkemah yang terletak di kaki gunung Gede Pangrango, berbatasan langsung dengan  Taman Nasional Gede Pangrango di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, yang terkenal berhawa sejuk dan segar, dengan kondisi cuaca rata-rata 20°-22° C (hari), 18°-20° C (malam), dan kelembaban 85%. Lokasinya persis berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Campsite yang dikelola oleh Rakata Alam Terbuka ini luasnya sekitar 2 hektar, dan berada di ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut.

Untuk lebih lengkapnya mangga bisa buka websitenya disini. And if you don't understand Bahasa, the website also provide in English. But although it is located in West Java, sadly they don't provide Sundanese. So if you don't understand both languages and only understand Sundanese, mangga tiasa ngintun email ka abdi bilih bade aya nu ditaroskeun mah. *Euh, siga marketing na wae
Back to topic after ngacapruk,
Jadilah dengan adanya libur pasca school project celebration, kami dengan riang gembira menuju Tanakita. Perjalanan ke Sukabumi akan ditempuh dengan kereta api, tuut tuut tuut..
Perjalanan dimulai dari Stasiun Depok Baru menuju Stasiun Bogor. Lebih enak kalau temen-temen sudah punya kartu kereta atau e-money dan sejenisnya, jadi tinggal tap di gate dan masuk. Kalau belum punya ya harus ngantri beli tiket dulu. Di Depok Baru ini beli tiket masih manual di loket dan dilayani manusia *ya masak kambing*,  maksudnya gak pake vending machine gitu lhoooo. Duh maafkan kekurangmampuan saya menjelaskan.
Kami berangkat sekitar pukul 6-an hampir setengah 7. InsyaAllah keretanya banyak sih, jadi gak perlu kuatir kehabisan. Perjalanan menuju Bogor kurang lebih 30 menitan. Di sana kami sudah janjian sama rombongan untuk berkumpul jam 7, karena kereta menuju Sukabumi dari Bogor berangkat pukul 7.55. Oiya, Stasiun Bogor ini adalah stasiun terakhir kereta berhenti, jadi ya gak terlalu khawatir banget kalo ketiduran :D *Ini penting*
Di dalam kereta Depok-Bogor

Tiba di Stasiun Bogor. Banyak keretaaa
Buka ransum dulu sambil nunggu anggota rombongan
Setelah berkumpul kami menuju Stasiun Bogor Paledang, karena kereta yang akan berangkat ke Sukabumi stasiunnya di sana. Jadi temen-temen kalo naik KRL turun di stasiun Bogor harus pindah stasiun dulu yaaa, walaupun belum bisa pindah ke lain hati gpp, yang penting harus pindah stasiun, karena kalo nggak, ntr gak nyampe-nyampe.
Stasiun Paledang ini gak jauh kok dari Stasiun Bogor, tinggal naik ke jembatan penyebrangan dan ikuti petunjuk insyaAllah nyampe dengan selamat di Stasiun Paledang.

Stasiunnya lebih kecil, tapi fasilitasnya lumayan kok, ada mushola, ada toilet, ada tempat makan buat yang belum sempet sarapan, dan ada rasa yang selalu berwarna *naoh sih
Pastikan membeli tiket kereta ke Sukabumi ini jauh-jauh hari, kalau go show kayaknya kecil kemungkinan bisa dapet, apalagi kalo lagi libur. Kemaren aja pas di sana diumumin kalo tiket hari itu sudah sold out untuk semua jam keberangkatan. Ada 3 jam keberangkatan, jam 7.55, 13.25, dan 18.30. Semua dalam WIB ya, Waktu Indonesia Bercanda, eh Barat deng.
Pas mau naik kereta siapkan kartu identitas, KTP maksudnya, jangan pake kartu remi ya, apalagi kartu gapleh, bisa dicarekan ku petugasna. Saya menyiapkan juga fotokopi KK jaga-jaga bisi petugas ingin melihat NIK anak-anak sesuai atau tidak dengan data pemesanan. Tapi alhamdulillah gak sampe diminta KK sih, cuman KTP saya aja yang dilihat. Mungkin untuk memastikan apakah sudah sesuai tanggal lahirnya cocok untuk profil emak beranak tiga, karena kan wajahnya lebih cocok dengan profil mahasiswa *uhuk, keselek *mahasiswa S2 yang ngambil kelas karyawan maksudnyaaa :p
Kami naik kereta ekonomi, dan cukup nyaman kok. Model kursinya yang hadep-hadepan gitu, Full AC dan ada colokan listrik, plus pemandangan yang memang menandakan kami sedang liburan.
Bobocan di kereta Bogor-Sukabumi

Pemandangan dari dalam kereta
Perjalanan Bogor-Sukabumi ditempuh dalam waktu kurang lebih dua jam. Jika jarak Bogor-Sukabumi adalah 60 Km. Berapakah kecepatan kereta api tersebut? πŸ˜†
Oiya satu hal penting lagi, untuk menuju Tanakita pastikan turun di Stasiun Cisaat ya. Bukan Stasiun Sukabumi, udah kelewatan itu mah. Di Stasiun Cisaat ini kami sudah ditunggu oleh Limosin yang akan membawa kami ke Tanakita. Limosin disini adalah kata lain dari angkot. 
Stasiun Cisaat kala gerimis, seperti hatimuu

Rasanya tinggal selangkah lagi menuju Tanakita yang diimpikan, karena angkot yang siang itu berasa kereta kencana inilah kendaraan terakhir yang mengantarkan kami sampai ke dalam Tanakita, yang katanya arena kemping bintang lima. Gimana gak berdebar-debar tuh ya *lebay
Tapi Allah Maha Pembuat Skenario, rasanya mungkin perjalanan kami kurang greget tanpa drama. Ketika melewati Alun-alun Cisaat, akan nyebrang ke arah samping Polse Cisaat, tiba-tiba, BUUMMM. Ada suara cukup keras yang mengagetkan kami semua.
Bukaaann, bukan bom rakitan, bukan juga suara angin yang terlampau besar, tapi ternyata adalah suara ban gembos sodara-sodara !!!. Subhanallah.. ujian untuk bersabar yaa.
And you know what, itu ban gembos kok ya pas di bagian yang saya dudukinπŸ˜…. Huwapakah ini kode keras utk segera menyukseskan program diet yang selalu mulai besok?
Ya sud akhirnya terpaksa minggir dulu dan kita semua turun. Karena lokasinya juga dekat dengan Masjid Agung Cisaat, seketika itu juga sebagai seorang emak yang berusaha menjadi cekatan, segera menggiring Thoriq untuk ke toilet. Eh maksudnya mengajak πŸ˜‡
Ini salah satu tips bepergian dengan anak kecil ya wahai para emak. Ajaklah ananda ke toilet begitu menemukan toilet, walaupun ananda belum meminta. Karena kalo tiba-tiba udah kebelet dan gak ada toilet, rempong cyiinnn *If you can feel me *tips ini berlaku juga untuk emaknya πŸ˜‰
Thoriq in action
Alhamdulillah ban yang gembos sudah diganti, perjalanan dilanjutkan dan saya tetap duduk di tempat yang tadi sambil berharap ban-nya tidak gembos lagi agar saya tidak merasa bersalah kepada seisi angkot.
Dari samping Polsek Cisaat kita akan melewati pasar yang -ya namanya pasar- lumayan macet. Di tengah siang terik, di kemacetan dalam angkot, dan kelaparan dalam perut, pemandangan yang bisa saya tangkap dengan jelas adalah kios bakso sapi dan kios es kelapa.
Alhamdulillah macetnya gak lama-lama banget, perjalanan selanjutnya lancar jaya, semakin tinggi hawa semakin dingin, terlihat beberapa kebun sayur di kiri kanan. Kondisi jalan juga sangat bagus, ngageleser lah. Mungkin karena baru pertama kali ke sana, perjalanan terasa lama. Mungkin juga karena sudah tak sabar  ingin melihat seperti apa sih Tanakita ini, seperti kamu yang sudah tak sabar menatapnya saat ta'aruf tiba. Ihiiirr
Dan seperti apakah saat memasuki gerbangnya? dilanjut tulisan berikutnya saja ya. Ini tadinya mau cerita hari pertama sampai selesai, tapi kok baru sampai naik angkot aja udah kepanjangan rasanya. Maklum emak-emak doyan cerita. Semoga jika ada yang baca gak bosen ya *PD amat ceuu

* * *

Lanjutannya klik disini ya



 

»»  LANJUUUTT...