Pages

Thursday, December 18, 2008

Berharap Pada Odong-odong

Delapan bulan lalu saya dan suami masih mengontrak di Jakarta, sebuah rumah petak sederhana yang berimpit dengan 12 rumah petak lainnya. Rata-rata pasangan muda dengan satu atau dua anak. Saya sendiri baru punya satu bayi mungil.

Anak-anak lucu itu gemar bernyanyi (tentu saja), baik sedang bermain di luar rumah, atau sedang di dalam rumah. Dan yang terdengar oleh telinga saya adalah :
"Kamulah makhluk Tuhan, yang tercipta yang paling seksi..."
Atau kadang-kadang, "Bang SMS siapa ini Bang, Bang pesannya pake sayang-sayang",
sering juga "O ow, kamu ketahuan pacaran lagi, dengan dirinya, teman baikku.."

Dan kini, setelah menyicil sebuah rumah di Depok, celoteh riang anak-anak di sekitar rumah tak jauh beda.
Rasanya sedih. Anak jaman sekarang "terpaksa" menyukai lagu dewasa, mengidolakan penyanyi dewasa, dan mempelajari hal-hal dewasa lewat lagu tadi. Padahal hal itu belum sesuai dengan masa pertumbuhan mereka.

Apa yang mereka pahami tentang cinta, selingkuh dan tetek bengeknya dalam lagu-lagu dewasa tersebut?

Menengok masa kecil saya pada rentang tahun 1980-1990, saya sangat mengakrabi lagu-lagu anak berkualitas karangan AT Mahmud dan Bu Kasur.
Saya merasa sedikit banyak lagu tadi membentuk kepribadian saya. Waktu itu lagu favorit saya adalah, Bintang Kejora, Kulihat Awan dan Ambilkan Bulan Bu. Semua lagu bertema alam yang membuat saya jadi pecinta alam tanpa harus menjadi "anak pecinta alam"

Prihatin, sedih, bingung, mungkin juga kesal. Artis cilik yang terakhir saya ingat adalah Sherina dan Tasya. Walaupun kemudian ada ajang pemilihan penyanyi cilik, tapi tampaknya belum ada yang "menjadi".

Namun akhir-akhir ini saya baru menyadari, dalam situasi miskin lagu anak berkualitas, ada kampanye lagu-lagu anak jaman dulu, jaman saya kecil, yang saya anggap lagunya baik.

Kampanye ini bisa seharian penuh dan sepanjang jalan, sehari saja saya bisa dengar lima sampai enam kali.
Ini bermula dari anak saya yang hampir menginjak dua tahun, sehingga dia mulai bisa diajak naik odong-odong.

Ya, kampanye lagu anak berkualitas itu adalah odong-odong. Mainan anak-anak berupa boneka, kendaraan kecil yang bergerak-gerak ketika dikayuh oleh Si Abang. Kayuhan ini diiringi oleh lagu tadi. Saya bisa mendengar lagi lagu Menanam Jagung yang penuh etos kerja, lagu-lagu bertema alam yang indah, juga bahkan lagu-lagu daerah.

Ah, saya merasa Si Abang odong-odong sungguh mulia telah memperkenalkan anak-anak kita pada lagu-lagu indah dan sesuai untuk pembentukan kepribadian mereka. Dan ia hanya dibayar 500 rupiah per lagu.

Jika memang industri musik saat ini belum bisa diharapkan untuk memunculkan artis cilik dan lagu anak berkualitas, cukuplah saya berharap pada Odong-odong saja. Semoga bukan harapan yang sia-sia.

No comments:

Post a Comment